![]() |
Ilustrasi |
Menurutnya, SP3 dinilai bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi. Jika dilihat dari dasar hukumnya, SP3 sendiri ini diatur dan ditentukan dalam keputusan Jaksa Agung No 518/A/J.A/11/2001. Dalam pasal 109 ayat (2) KUHP ada tiga alasan SP3 dikeluarkan. Pertama, tidak terdapat cukup bukti, kedua peristiwa yang disidik ternyata bukan tindak pidana, dan ketiga penyidikan yang dihentikan demi hukum.
Menurut Wiwin, dari ketiga alasan tersebut, alasan pertama yang paling sering digunakan penyidik kejaksaan bahwa SP3 keluar karena tidak ditemukan cukup bukti. Berdasarkan catatan ACC Sulawesi, ada enam SP3 kasus tipikor yang jika diperhatikan sangat tidak berdasar alasan SP3 itu dikeluarkan.
"Ada beberapa kasus yang kita monitoring alasan pemberhentiannya. Misalnya Gernas Kakao yang di SP3kan Kejaksaan Tinggi Sulsel, kasus Pasar Lakessi dan kasus laboratorium pendidikan oleh salah seorang anggota dewan. Modus untuk melakukan SP3 baik secara langsung maupun secara pelan pelan sampai tidak lagi direspon publik," kata Wiwin.
Adapun beberapa modus SP3 oleh kejaksaan seperti penerbitan SP3 secara diam-diam tanpa pemberitahuan kepada masyarakat. Apalagi belakangan SP3 diketahui ada setelah info itu bocor oleh pers. Kedua, upaya menahan dokumen SP3, dimana beberapa kali ACC meminta salinan SP3 namun tidak ada respon, dalam arti SP3 ditahan untuk tidak diberikan kepada publik. Ke tiga ada alasan penyidik yang selalu menjadikan audit BPK/BPKP sebagai tameng. Padahal, biasanya temuan korupsi pintu masuk kejaksaan adalah kerugian negara. Parahnya lgi, SP3 dikeluarkan dengan praktik suap, sebab ACC meyakini SP3 tidak gratis, ada unsur suap didalamnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulselbar, Salahuddin menampik bahwa Kejati menutupi informasi apapun terkait kasus yang ditanganinya. Pasalnya, informasi sangat penting diberikan kepada masyarakat terkait kinerja kejati. "Kan tahu sendiri, jika kalian (wartawan) butuh informasi maka saya berikan sesuai yang ingin diketahui,"katanya.
Dalam hal pemberian informasi, kata Salahuddin, tidak ada aturan yang mengatakan laporan kasus yang ditangani pihak Kejati ada tembusan kepada masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). "Laporan tembusan penanganan kasus itu hanya pada instansi terkait, contohnya tembusan kepada KPK, tidak ada itu tembusan kepada masyarakat atau LSM,"katanya. (*)
0 komentar: