MACCANEW -- Selalu saja memanggil surya antara suara bisu dan situasi pagi hari, surya memanggil karib dan burung subuh mulai berganti siulan, pun dengan tunas bangsa memasang dasi, topi, dan tentunya jajanan rupiah tak lupa ia kantongi. Setalah pagi diganti, pasti akan ada harapan yang usai.
Sekolah bersemayamnya ilmu dan cinta, satu persatu datang menggandeng tas, beberapa buku dan pena di dalamnya, tak lupa bekal untuk disantap setelah belajar dijedahkan. Sebelum mengejar ilmu dan menimbahnya penuh tekad, hari senin menjadi ajang ceremonial penuh dengan sakral dan nilai yang bersemayam di dalamnya, dan hari ini di atas mimbar utama sosok guru dengan kalkulasi ekonominya telah diuji oleh IKIP ujung pandang.
Pak Muchtar, fisik hampir sama dengan tokoh yang berkediaman istana negara, namun hati tentu beda. Saya hanya mampu membaca dengan segelintir nilai kebutuhan pangan kini dan masa depan, lalu tentang elektabilitas perkembangan prekonomian negeri, atau tentang investor asing yang datang ke dalam negeri, serta beberapa kisah tentang tokoh kunci ekonomi ke depannya, demikian itulah dari segelintar ilmu yang beliau cecerkan kepada murid-muridnya, tak hanya menunaikan amanah, tapi di dalamnya ada harapan untuk generasi muda sang penentu pucuk kemakmuran.
Tegas ia mengambil jedah di setiap penjelasannya yang penuh makna, bahwa pemerintah telah berjabat tangan secara konsituen untuk melebur menjadi Masyarakat ekonomi ASEAN, banyak tantangan dan persaingan sungguh ketat, serta jangan ceroboh sebab jika kalah kita semakin terdesak.
Hari ini beliau tak hanya membual di mimbar utama, semangat muda dan retorika dengan nada yang berapi-api membuat segelintir rekan di bawah terik sang surya bertahan dan setia mendengarkan arahan.
Beliau memberi pujian dari anak muda yang punya tekad mengibarkan bendara, menjadi ajudan, pemimpin upacara, dan tentunya suara nyanyian. Beliau memperjelas hakikat upacara bendara yang sesungguhnya, tak hanya mengangkat tangan dan melakukan penghormatan, atau sekedar berdiri dan sesekali menguluh karena terik. Tapi ada nilai di dalamnya, bendera di kibarkan untuk mengulas kembali bahwa 71 tahun lalu ada kesuraman yang tak menentu menimpah negeri kita, ada kemanusiaan yang diabaikan bagi bangsa kita, dan harga diri yang tak menentu arah dan tujuannya.
Merah putih berkibar tak semudah membalikkan telapak tangan, keringat dan darah perjuangan menelan nestapa. Upacara adalah bentuk penghormatan untuk kusuma bangsa, yang dulunya mengacungkan sembohyang “merdeka atau mati”.
Pak Muchtar pun tak lupa mengingatkan perkataan dari seorang proklamator bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa pahlawannya. Sungguh senin ini mimbar itu bersakral lain, penuh semangat dan api yang membara membakar pagi hari para patriot muda-mudi bangsa.
Akhir ceremonial ini beliau mengingatkan bahwa keadaan kita sekarang akan menentukan nasib kita di masa depan, kita tak tahu apa yang terjadi setalah pagi esok hari, ataupun lusa nanti. Beliau sungguh sosok guru yang sederhana dan penuh bakti, mengingatkan dengan setulus hati, luguh dan penuh arti, tak hanya nilai ekonomi tapi juga arti kehidupan dengan penuh penghormatan dan dedikasi.
Kesimpulannya bahwa ceremonial ini mengajarkan kita untuk pintar membaca nilai-nilai bangsa yang kini mulai surut, di telan zaman yang semakin lama membuat akidah mengerut. (R1/Jn)
Penulis : Ahmad Takbir Abadi (Ketua Umum OSIS SMAN 1 Maros)
0 komentar: