![]() |
Tambang Marmer di desa Lunjen (Buntubatu) terkenal artistik dan bernilai tinggi |
MACCANEWS -- Pengelolaan tambang marmer 3 desa, Pariwang (Maiwa), Pundilemo kecamatan Enrekang dan desa Lunjen (Buntubatu) ditolak 3 kades setempat. Ketiganya dipanggil pemkab mengklarifikasi
isu penolakan kelola tambang marmer diwilayahnya oleh PT. Arung Bungin Group.
Kades Lunjen Lutfi didepan investor tambang memunculkan pro dan kontra. Pihak pemkab sendiri mendukung eksplorasi tambang marmer di wilayah tersebut akan tetap kalangan masyarakat menyangsikan karena alasan lingkungan.
Sebuah petisi Front pemuda masyarakat Lunjen bersatu akan rencana penambangan marmer di desa Lunjen kecamatan Buntubatu disinyalir langgar UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan UU 11/2010 tentang cagar budaya.
.
Kata Lutfi memaparkan penambangan batu gunung bahan baku marmer sangat erat kaitan dengan pembongkaran gunung karst yang dominan diwilayah itu. Atensi masyarakat akan penambangan investor untuk peningkatan pendapatan daerah tidak disalahkan.
Ini dibutuhkan warga akan informasi yang jelas jika dikelola tidaknya dampak bisa merugikan masyarakat. "ini yang dikhawatirkan dampaknya belum lagi eksplorasinya berhimpitan lahan kebun kalangan masyarakat desa," kata kades Lunjen Lutfi (15/9/2016).
Dalam tatap muka dihadiri bupati Muslimin Bando serta kadis ESDM sulsel Selle Hafiep itu mengemuka keluhan pula dan kekhawatiran kades lainnya kades Pundilemo Ruslan, kades Pariwang Yusuf Usman resiko dampak pengelolaan tambang marmer akan memotong gunung batu di wilayahnya.
Menurut Muslimin Bando terkesan muncul kepemilikan sepihak lahan masyarakat sekitar rencana lokasi tambang. Jika pendapat ditengah masyarakat bisa saja ditunggangi isu pihak lain bisa merusak sumber mata air. Tetapi pendapat itu bernuansa politis ingin dihambat kelola potensi alam di Enrekang. "tapi demi kepentingan umum pengakuan sepihak lahan itu bisa gugur," katanya.
Lanjut Muslimin Bando harap dipahami pembangunan bagi kepentingan daerah dan nasional demi kepentingan umum. Dari manfaat kebijakan pengelolaan tambang berada di pusat beralih ke provinsi sulsel lebih didorong potensi daerah ini dikelola maksimal.
"Penambangan ini bukan ada kepentingan pribadi oleh sebab ini masih tahap pembicaraan, jadi investor jangan dulu bergerak," tegasnya. (R7/Jn)
Tambang Marmer di Lunjen dan Pasui, melanggar RTRW dan di dalamnya ada cagar budaya. Wilayah Buntu Batu dalam RTRW 2011-31 tidak ditetapkan sebagai wilayah pertambangan marmer, bahkan ditetapkan sebagai wilayah perlindungan geologi. Di dalam dan di sekitaranya ada 11 cagar budaya kerajaan buntu batu
BalasHapusBerdasarkan Perda No.14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Enrekang Tahun 2011 – 2031, menegaskan sebagai berikut ;
1. Bab. IV Rencana Pola Ruang, Bagian Kedua, Paragraf 5, Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 30 angka (2) bahwa Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. Kawasan peruntukan pertambangan batuan yang terdiri atas :
1. Kawasan potensi pertambangan marmer ditetapkan di Kecamatan Anggeraja;
2. Kawasan potensi pertambangan tanah Hat ditetapkan di Kecamatan Baroko, Kecamatan Curio, dan Kecamatan Anggeraja; dan
3. Kawasan potensi pertambangan kerikil berpasir alami ditetapkan di Kecamatan Bungin, Kecamatan Buntu Batu, dan Kecamatan Malua.
2. Bagian kedua Kawasan Lindung, Paragraf 5, Kawasan Lindung Geologi ( Pasal 25 ) angka 2. Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa kawasan yang terletak di zona patahan aktif ditetapkan di Kecamatan Masalle, Kecamatan Baroko, Kecamatan Buntu Batu, dan Kecamatan Enrekang.
Lokasi IUP PT ABG yang berada yang di Desa Pasui dan Desa Lunjen, Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang tidak termasuk lokasi yang ditetapkan sebagai areal pertambangan marmer berdasarkan PERDA Nomor 14 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Enrekang tahun 2011 - 2031, tetapi di wilayah ini hanya ditetapkan sebagai wilayah pertambangan kerikil berpasir alami. ( dokumen lengkap dapat dilihat pada lampiran 4 ).
Hal ini bertentangan dengan PERDA Nomor 14 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Enrekang tahun 2011 - 2031, dan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 26 ayat (3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupten menjadi dasar penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 2015 tentang Izin Lokasi.