MACCANEWS--Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel mengendus adanya dugaan gratifikasi dan dugaan pemalsuan data base tenaga honorer K2 yang diduga terjadi di kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kota Makassar, dimana hal ini diperkuat setelah penyidik memeriksa dan menerima laporan dari lembaga swadaya masyarakat.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi) Kejati) Sulsel Salahuddin mengatakan, laporan tersebut disertai bukti berkas hasil temuan terkaitt rekayasa data tenaga honorer K2 pendataan tahun 2005-2010 untuk dijadikan dasar pengangkatan PNS 2013. Diduga kuat berdasarkan laporan yang telah diserahkan tersebut, terdapat data tenaga honorer K2 tahun 2015-2010 diduga sengaja direkayasa untuk memuluskan penerbitan SK PNS tahun 2013. "Laporan dan bukti berkas resminya sudah kami lihat," ujar Salahuddin di Makassar, kemarin.
Sementara CPNS yang telah mengantongi SK PNS tidak memenuhi persyaratan seperti yang telah diatur dalam perundang-undangan, dimana ada sekitar 82 CPNS tahun 2013, sama sekali tidak pernah mengabdi sebagai honor namun telah mengantongi SK PNS. Bahkan, diduga sejumlah Kepala KUA di Makassar ikut terlibat melakukan rekayasa data tersebut. Sebab mereka yang membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) dan bertanda tangan diatas materai. Dalam SPTJM itu, salah satu poin menyebutkan.
Kepala KUA menjamin kebenaran dan bertanggungjawab atas data tenaga honorer sesuai dengan persyaratan dan perundang undangan yang berlaku. Ironisnya, ada oknum panitia rekrutmen CPNS di Kantor Kemenag Makassar telah memungut Rp5 juta per orang sebagai syarat bila ingin lulus dalam penerimaan CPNS tahun 2013.
Menurut Salahuddin, berkas tersebut kini masih dalam proses. Bahkan menurut dia, pihaknya juga telah meminta keterangan dari pihak pelapor untuk menguatkan laporan yang diserahkan ke penyidik. Untuk saat ini masih tengah mendalami kasus tersebut. "Belum bisa kita terlalu jauh mengomentari laporan tersebut. Sementara waktu kita masih mendalami dulu berkas laporannya,"tandasnya.
Sebab dari laporan yang diterima dari pelapor, diduga ada indikasi gratifikasi dan rekayasa data honorer yang bisa berpotensi menimbulkan kerugian negara. (*)
0 komentar: