MACCANEWS – Pancasila laiknya tidak hanya menjadi hafalan semata. Pancasila sebagai ideologi bangsa haruslah tercermin dalam tata cara berpikir dan berperilaku rakyat Indonesia, tak terkecuali bagi umat Islam. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mendorong enam tabiat luhur sebagai perwujudkan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) LDII Sulawesi Selatan Hidayat Nahwi Rasul saat menjadi pembicara disela-sela pengajian rutin Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Makassar di Masjid Raodhatul Jannah, Jalan Berua Raya, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (11/6/2017).
Pancasila adalah cerminan nilai islam. Sebab ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial adalah cerminan nilai keislaman. “Apabila kita melihat Islam melalui perspektif rahmatan lil alamin, maka dengan sendirinya Islam memperkaya nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila,” ujar anggota Dewan Pertimbangan MUI Sulawesi Selatan ini.
Hidayat mengemukakan, untuk mengejawantahkan perilaku yang Pancasilais, LDII mengamalkan enam tabiat luhur. Bia enam tabiat luhur dapat membudaya, maka Pancasila akan terwujud dengan sendirinya. “Adapun enam tabiat luhur ini terdiri dari konsep kesalehan sosial dan kesalehan pribadi,” tutur Pengurus ICMI Sulawesi Selatan ini.
Dalam dimensi kesalehan sosial, LDII mendorong kerukukan, kekompakan, dan kerjasama yang baik antar elemen bangsa. Melalui kesalehan sosial, kebhinnekaan menjadi sumber kekuatan. “Ada lebih dari 1.300 suku bangsa dan lebih dari 17.000 pulau di Indonesia. Agar kemejemukan ini bisa menjadi rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, maka kita harus mendorong kesalehan sosial,” kata Hidayat.
Kemajemukan yang Indonesia miliki menjadi sebuah energi baru dalam menghadapi kontestasi lokal, regional, dan global. “Kalau Indonesia mampu menjadikan kemajemukan menjadi energi, maka Indonesia akan menjadi negara superpower,” sebut pakar telematika ini.
Sebaliknya, menurut Hidayat, jika kesalehan sosial tidak didorong, kemajemukan bisa berubah menjadi ancaman. “Itulah sebabnya diperlukan langkah strategis agar kemajemukan ini menjadi sebuah berkah,” papar Hidayat.
Selain kesalehan sosial, LDII mendorong kesalehan pribadi, yakni jujur, amanah, kerja keras lagi hemat. LDII, kata Hidayat, menggerakkan umat agar bisa berperilaku jujur, berkata jujur, bisa amanah, bisa bekerja keras, hidup sederhana, mampu memiliki etos kerja yang baik, dan bisa menabung.
Para pendahulu bangsa seperti Bung Karno, kata Hidayat, telah mewariskan komitmen ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. “Karena itu, sebagai generasi selanjutnya, kita harus memiliki sifat amanah agar Pancasila bisa diterapkan di dalam cara kita berperilaku sehari-hari,” jelas Hidayat.
Di tempat yang sama, dai LDII Ustaz Arda Usman menyampaikan wajibnya membayar zakat. Zakat, kata Arda, disatu sisi sebagai pembersih harta dan pembersih diri dari sifat kikir. “Disisi lain, zakat sebagai bagian dari ibadah sosial karena dapat membantu orang-orang fakir dan miskin mencukupi kebutuhan sehari-harinya,” kata alumnus program magister UIN Alauddin Makassar ini.
Arda menjelaskan, para ulama mengatakan, jika banyak orang miskin, maka ada indikasi bahwa orang-orang kaya tidak berzakat. Menurut agama, terjadinya kemarau panjang atau kekeringan disebabkan umat Islam tidak mau berzakat. “Jika banyak terjadi kemiskinan dan kelaparan, maka besar kemungkinan orang-orang kaya tidak menunaikan zakat,” ungkap Arda dihadapan ribuan peserta pengajian.
Pihaknya mencontohkan, Umar Bin Abdul Aziz di zaman dahulu menggalakkan potensi zakat. “Dengan zakat, Umar Bin Abdul Aziz mencukupi kebutuhan para ulama dan orang fakir. Orang yang berutang dilunasi dan burung-burung ia sediakan makanannya,” tutur Arda. (*)
0 komentar: