![]() |
Budi Waseso |
MACCANEWS,Makassar -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas mengaku senang jika ia dianggap gila oleh sebagian orang karena ide-ide yang dilontarkannya semenjak dirinya menjabat sebagai Kepala BNN selalu dianggap kontroversial.
"Semenjak saya jadi kKepala BNN dan melontarkan ide-ide yang dianggap kontroversial saya dikatakan gila, bahkan Presiden pun bilang Pak Buwas ini gila. saya bilang, saya malah senang dan berterimakasih kalau dianggap gila, berarti besok-besok saya jangan dituntut, karena orang gila itu bebas dari tuntutan hukum. Para bandar dan pengedar narkoba itu kan orang yang gila, jadi saya juga haru pakai cara-cara yang gila untuk mengatasi mereka," ujar Buwas saat menyampaikan pidatonya dalam kegiatan penyampaian arahan Kepala BNN kepada jajaran Pemerintah daerah, TNI, Polri, instansi vertikal dan Satgas Anti Narkoba di ruang pola kantor gubernur Sulsel, Senin (25/7).
Buwas juga mengatakan, walaupun Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali menyatakan bahwa saaat ini statusnya negara perang terhadap narkoba, tetapi tindak lanjut dari hal tersebut belum terlalu kelihatan. sehingga menururtnya saat ini negara belum memulai perang terhadap narkoba seperti pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
"Kalau saya bilang, saat ini Indonesia belum perang terhadap narkoba karena reaksi dari pernyataan Presiden Jokowi itu belum ada," ujar Buwas.
Menurut Buwas, kalau negara sudah menyatakan perang terhadap narkoba, peran TNI itu otomatis karena para bandar itu posisinya sudah menjadi musuh negara. Ia mencontohkan, penanganan teroris jaringan Santoso yang selama 2 tahun lebih di tangan Polri tidak kunjung selesai, tapi begitu TNI masuk dan terlibat, tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. selesai. Memang TNI jagonya disitu.
"Kalau musuh negara itu berhadapannya bukan dengan BNN atau Polri lagi, tapi dengan TNI. Oleh sebab itu dari kacamata TNI itu adalah perang, dan perang itu doktrinnya adalah dibunuh atau membunuh, tidak pakai undang-undang, supaya cepat selesai dan tidak lama-lama dan merusak generasi kita. TNI memang jagonya disitu, masalah penanganan teror dan pemberantasan musuh negara," ucapnya.
Buwas juga mengatakan sudah menginstruksikan kepada jajarannya untuk tidak ragu dalam menindak para bandar dan pengedar narkoba.
"Semenjak saya dipercaya menjadi Kepala BNN, saya mengevaluasi tugas BNN. Saya berterima kasih kepada Presiden yang telah mempercayai saya, dan ini saya anggap kesempatan bagi saya untuk mengurangi dosa saya selama jadi manusia. Saya juga instruksikan kepada anggota agar jangan merasa berdosa kalau melakukan pemberantasan narkoba dan ada bandar yang mati. Menurut saya, apa yang saya lakukan ini adalah jihad," ujarnya.
BUwas juga menyoroti keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam peredaran narkoba. Menurutnya, keterlibatan oknum aparat baik Polri, TNI, Bea Cukai maupun instasi penegak hukum lainnya dalah bukti bahwa narkoba sudah benar-benar merusak tatanan hukum dan sudah melemahkan benteng pertahanan negara. Bahkan BUwas menyebut saat ini negara sudah berada diambang pintu kehancuran akibat narkoba.
"Proxy war sudah terjadi, kehancuran negara sudah diambang pintu. Setiap penindakan yang kita lakukan, sebagaian besar saya temukan keterlibatan oknum Polri. Tahun 2015, 6 ton sabu disita. Ternyata itu cuma 20 persen dari jumlah total yang beredar. Berdasarkan data kita, saat ini jumlah yang beredar di Indonesia itu sekitar 30 ton. Narkoba itu mesin pembunuh yang perlahan tapi pasti," tuturnya.
Menurut informasi dari jaringan yang dimiliki oleh BNN, saat ini di Indonesia terdapat 72 jaringan intenasional bandar narkoba. 43 jaringan diantaranya memanfaatkan 22 Lapas untuk mengendalikan peredaran narkoba.
"Pernah suatu waktu saya meninjau sebuah Lapas yang dilengkapi dengan alat penyadap, CCTV dan peralatan canggih lainnya. Saat itu saya berfikir bahwa Lapas ini pas buat para bandar. Tapi ternyata mereka (para Bandar dan pengedar) yang ditahan tetap bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam Lapas karena semua peralatan yang ada disana itu tidak berfungsi. Ini kan tidak mungkin perbuatan setan, pasti ini ada keterlibatan oknum," tuturnya.
Buwas juga mengaku iri dengan apa yang dilakukan oleh Meksiko dalam penanganan narkoba di negaranya dimana Felipe Calderon (Presiden Meksiko) berdsedia membayar siapa saja warganya yang berhasil menangkap atau membunuh bandar narkoba.
"Saya iri dengan pernyataan Presiden Felipe yang menyatakan bahwa siapa saja yang berhasil menangkap dan membunuh bandar narkoba di negaranya akan diberi hadiah dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Indonesia juga seharunya seperti itu, posisikan para bandara dan pengedar itu sebagai musuh negara. Langsung ditembak tidak usah banyak proses," ucapnya.
Buwas juga mengharapkan penyempurnaan terhadap Undang-Undang tentang pemberantasan narkoba bisa segera diselesaikan agar penangan kasus narkoba tidak seperti saat ini yang terus berlarut-larut.
"Penyempurnaan Undang-Undang itu penting, termasuk Undang-Undang penyalahgunaan narkoba itu harus segera direvisi, sehingga tidak seperti sekarang yang penanganannya berlarut-larut dan tidak segera tuntas. Semua elemen harus berbuat dan bergerak sesuai dengan tugas masing-masing. Kalau semua itu bisa bersinergi maka masalah narkoba ini bisa segera diselesaikan," imbuhnya.
Terkait pelaksanaan hukuman mati bagi sejumlah bandar yang telah divonis, Buwas menyerahkan sepenuhnya hal tersebut kepada pihak Kejaksaan Agung dan Kemenkumham.
"Hukuman mati itu diatur dalam Undang-Undang, dan sekarang yang menangani itu adalah Jaksa Agung dan Kemenkumham. Jadi, kita serahkan saja kepada mereka. Kalau tugas dari Polri dan BNN itu sudah selesai karena kita yang melakukan penindakan dan pemberkasan, kita juga sudah serahkan ke penuntut umum untuk diputus, untuk eksekutornya kan Jaksa Agung dan Kemenkumham," ungkapnya.
Lebih jauh Buwas juga mengungkapkan jika saat ini jumlah rasio anggota BNN yang ada masih jauh dari rasio ideal untuk bisa melakukan pengawasan dan penanganan yang maksimal terhadap peredaran narkoba di Indonesia.
"Sebenarnya yang dibutuhkan dan ideal itu sekitar 74.000 orang, semetara yang ada saat ini baru sekitar 4.673 orang, dan itu jauh dari ideal sehingga kita kurang bisa maksimal," tutupnya. (fir/ans)
0 komentar: